PENDIDIKAN

PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI
Masa sudah berubah, di mana teknologi menjadi penguasa peradaban. Manusia-manusia yang tak mengenal teknologi akan semakin ketinggalan zaman. Karena hampir semua proses kehidupan berhubungan dengan teknologi. Manusia-manusia yang paham IPTEK lah yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Teknologi memang mengasyikkan, sehingga terkadang kita terlena dibuatnya. Banyak hal positif yang bisa kita peroleh dari perkembangan teknologi itu sendiri jika kita memanfaatkannya untuk yang positif. Selain memiliki sisi kemanfaatan (sisi positif) yang begitu besar, teknologi juga memiliki sisi negative yang begitu besar pula. Teknologi membuat kita dengan mudahnya berhubungan dengan orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Mereka memiliki berbagai macam adat kebiasaan yang tidaklah sama dengan adat orang timur seperti Indonesia. Adat kebiasaan ini dengan mudahnya diserap oleh kalangan muda masa kini yang notabene bertentangan dengan budaya Indonesia khususnya Islam.
 Banyak sekali anak-anak di bawah umur yang sudah mengenal pergaulan bebas. Mereka dengan mudahnya mengakses gambar-gambar atau film-film yang tidak layak dilihat dan ditonton oleh anak-anak seusia mereka. Tak jarang para guru menemukan gambar-gambar atupun film-film terebut di dalam HP mereka. Bagaimana dengan bangsa kita jika generasi penerusnya seperti ini?
Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam hal ini. Dengan perkembangan teknologi yang pengaruhnya semakin mencemaskan bagi perkembangan generasi muda saat ini, para pendidik haruslah waspada.
Dalam hal ini, siapakah yang menjadi pendidik itu?
Pendidik bukan hanya guru, tetapi pendidik adalah orang-orang yang berada dalam tiga lingkungan pendidikan yang biasa disebut dengan Tripusat Pendidikan. Dimana  pendidikan berlangsung di dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Hal ini sebagai upaya untuk menangkal masuknya pengaruh negatif dari teknologi
Lingkungan sekolah
Banyak para orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu berawal dari sekolah. Padahal sekolah hanyalah lembaga penerus pendidikan bagi anak-anak yang sebelumnya telah menerima pendidikan dari orang tuanya. Para guru hanya membimbing siswa-siswinya agar menjadi manusia yang lebih baik, dan meluruskan jikalau pendidikan yang diterima oleh siswa di rumahnya kurang baik. Guru harus sering menyisipkan pembiasaan dalam setiap pelajaran. Alhamdulillah, dengan adanya program MBS, banyak sekolah yang menerapkan kegiatan-kegiatan yang islami dalam PBM maupun ekstrakurikuler.
Menurut Ki Hajar Dewantara para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjdi pahlawan dan juga menyiapkan peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Jadi sebagai pendidik guru dijadikan sebagai model bagi siswa sebagi figur atau keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator.
Dari pernyataan itu, tugas seornag guru terlihat berat. Namun sebagai seorang pendidik sebisa mungkin untuk bisa memberikan contoh yang terbaik di hadapan para siswanya. 
Lingkungan keluarga
Di dalam keluarga, Orang tua adalah sebagai pemegang kendali dalam pendidikan anak dan merupakan pendidik yang pertama dan utama semenjak dalam kandungan, kemudian melewati masa emas perkembangannya yaitu antara umur 0 – 3 tahun. Di mana pada masa emas ini, Penerapan kecerdasan emosional dan spiritual sangat baik bagi perkembangan selanjutnya. Orang tua juga harus terus membimbing anaknya sampai menginjak usia dewasa. Orang tua harus bisa membentengi anak-anaknya dari pengaruh negatife pergaulan dengan membekali setiap anak dengan ilmu agama yang cukup. Kenyataan yang kita lihat sekarang, banyak orang tua yang menginginkan anaknya menjadi manusia super yang bisa dibanggakan kepada orang lain tanpa memikirkan perkembangan kecerdasan emoional dan spiritual yang juga harus dikembangkan untuk menghadapi gelombang kehidupan. Mereka hanya berpandangan “ anak saya harus pintar (bidang akademik)”. Menurut mereka orang pintar adalah orang yang pandai dalam bidang akademik saja. Sehingga apapun rela mereka korbankan agar anaknya pandai dalam bidang akademik. Terkadang, Orang tua rela mengeluarkan uang yang beratus-ratus bahkan berjuta-juta hanya untuk memasukkan anaknya ke dalam lembaga bimbingan belajar(bimbel) atupun tempat –tempat kursus lainnya. Bahkan sampai rela meninggalkan pendidikan agama dengn alasan kasihan pada anak, jika harus sekolah lagi di madrasah sepulang les.
Ilmu agama itu sangatlah penting untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dan emosional sebagai upaya untuk membentengi diri setiap muslim dalam menghadapi era globalisasi. Sebenarnya, ilmu agama yang diperoleh di sekolah selama maksimal 4 jam pelajaran tidaklah cukup untuk membentengi seseorang dari pengaruh globalisasi. Perlu pendidikan agama juga dari keluarga dan lembaga pendidikan agama selain dari sekolah umum
Orang yang hanya cerdas intelaktual, besar kemungkinan untuk mengalami putus asa ketika apa yang sudah mereka cita-citakan ternyata gagal atau terjadi terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Dunia teras gelap dan sempit bagi mereka yang kemudian membawa mereka dalam pergaulan bebas yang mudah sekali menghampiri setiap remaja. Jika kecerdasan intelaktual itu diiringi dengan cerdas emosi dan cerdas spiritual, mereka akan sadar bahwa semua yang terjadi pada diri setiap insan adalah atas kehendakNya. Mereka akan mampu mengatur emosinya dalam menghadapi permasalahan tersebut.
Lingkungan keluarga yang baik adalah yang mampu membentengi anak-anak dan anggota keluarga yang lainnya dengan ilmu agama yang baik. Sehingga diharapkan dapat membentengi diri dari pengaruh globalisasi
Lingkungan masyarakat ( lingkungan pergaulan).
lingkungan masyarakat (pergaulan) memiliki peranan yang besar pula dalam membentuk kepribadian setipa anak. Oleh karen aitu, lingkungan masyarakat juga disebut sebagai salah satu lingkungan pendidikan. Orang tua harus bisa memantau pergaulan anak-anaknya. Lingkungan pergaulan yang baik bagi anak adalah lingkungan yang bisa menambah wawasan keagamaan dan meningkatkan ketakwaan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar